Everything is Bromo and Nothing Hurts
Beberapa waktu yang lalu, aku sekeluarga memutuskan untuk main ke Bromo. Tadinya om Kus, sang supir, menawarkan untuk liat sunrise. Artinya, aku dan keluarga harus berangkat jam 1 malam dari rumah untuk menuju Bromo. Tentu saja hal itu langsung ditentang keras oleh Bapakku yang agak overprotektif. Sooo, jadilah kami berangkat ke Bromo pagi harinya sekitar pukul 8 pagi.
Selama perjalanan, seisi mobil gak berhenti berteriak antara girang dan takut karena jalannya yang berkelok. Plus pemandangannya yang luar biasa... awesome.
Kurang lebih pukul 11 kami sampai di lokasi. Tepatnya di gerbang masuk menuju Bromo. Setelah memarkir mobil dan membayar karcis, kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju puncak Bromo. Tapi ternyataaahh, jalan yang ditempuh cukup jauh. Dari gerbang masuk sampai parkir jeep di kaki gunung jaraknya kurang lebih dua kilometer. Akhirnya setelah nego dengan salah satu jeep yang kebetulan ingin menjemput tamu yang baru turun dari gunung Bromo, kami berlima diantar sampai pelataran parkir jeep hanya dengan Rp50,000 saja. Hihihi
Perjalanan pun dimulai! Karena cuaca yang terik meskipun suhunya cukup dingin, alhasil kami sering kehausan di tengah jalan. Dan kami kekeuh untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Padahal ada sewa naik kuda yang dibanderol dengan harga cukup terjangkau yaitu Rp50,000-Rp150,000. Tapi rasanya ga akan adil kalau satu naik kuda sementara yang lainnya jalan kaki. Lagian kasian kudanya juga sih harus mengangkut manusia-manusia berukuran super macam kami hehehe.
Perjalanan melalui lautan pasir atau segara wedi yang dihiasi pura Hindu untuk upacara keagamaan masyarakat setempat / masyarakat Tengger (biasanya digunakan ketika ada upacara Kasada) yang memang mayoritas beragama Hindu sempat membuat kami ingin menyerah. Panas matahari yang menyengat, pasir-pasir yang tak kompromi beterbangan menghalangi pemandangan kami, belum lagi kotoran-kotoran kuda yang berceceran... kalau bukan karena kami punya tekad kuat, mungkin kami sudah benar-benar menyerah.
Banyak orang yang salah kaprah. Gunung Bromo adalah gunung yang masih aktif, sementara gunung di sebelahnya dinamakan gunung Batok. Gunung-gunung tersebut merupakan 'anggota' dari pegunungan Bromo. Dan beberapa saat lalu gunung Bromo sempat 'berulah'. Hujan debu yang disebabkan oleh aktifnya gunung Bromo sempat singgah sampai rumah kami yang ada di ujung Probolinggo timur. Jauh ya? Lihat gambar lautan pasir di atas. Pasirnya meeeen...!
Oh ya buat yang kepengen ke Bromo, usahakan datang ketika musim kemarau. Jangan lupa pake lotion atau sunblock, bawa minum yang cukup, pakai pakaian hangat, bawa kacamata karena debunya agak mengganggu, pakai sepatu keds sangat disarankan. Untuk yang kurang tahan dengan debu dan bau kotoran kuda, boleh juga bawa masker.
Eh, untuk yang main ke Probolinggo, jangan lupa juga icipi makanan Probolinggo yang satu ini ya hehehe.
Perkiraan biaya menuju Bromo dari Surabaya menghabiskan sekitar Rp500,000 belum termasuk oleh-oleh (tahun 2013).
Happy backpacker-ing! :)
Comments
Post a Comment