Jendela


Gue hidup di Surabaya ini setahun lebih (sedikit). Sebuah pencapaian yang luar biasa untuk gue yang setahun lalu sangat skeptis dan pesimis, udah yakin aja bakal nggak bertahan lama di kota yang rame begini. Suhunya yang panas, orang-orangnya yang mayoritas nggak ramah, macet di mana-mana... argh! Bukannya kerja seneng, malah makin stress gue jadinya.

Tapi ternyata anggapan gue itu salah besar. Gue bahkan bisa bertahan lebih dari tiga bulan di Surabaya. Eeeh sekarang pun tetep bekerja di Surabaya.

Salah satu yang berperan besar atas betahnya gue di kota ini adalah kamar kos gue.

No kidding, kamar kos gue sekarang adalah tempat paling comfy selama gue tinggal di Surabaya. See that picture above? Itu pemandangan kebun pemilik rumah kos dari jendela kamar gue. Ijo, suatu pemandangan yang agak sulit dilihat di Surabaya. Jendelanya yang besar, udara jadi gampang berganti keluar masuk dan terasa sejuk. Belum lagi kalo musim hujan. Aroma seusai hujan dari kebun sebelah... beuh! Rasanya bikin males keluar kamar. Apalagi ukuran kamarnya yang lumayan gede, bahkan mau gelundungan di kamar pun bisa.



Beberapa waktu lalu gue mengutarakan keinginan gue untuk pindah kos pada bapak pemilik kos, karena kos gue jauh banget dari lokasi kantor gue yang baru. Setiap hari gue membutuhkan waktu 30 menit lebih untuk menempuh perjalanan menuju kantor. Belum lagi macetnya, bensin yang harus dikeluarkan... malah bikin boros. Beliau langsung menentang keinginan gue.

"Lho kamu ini gimana sih nduk, ya ndak usah pindah. Cari kerja aja di tempat deket-deket (kos) sini,"

Sebenernya kos gue yang sekarang ini perfect dari segi manapun gue menilai. Daerahnya nggak bising, dekat dengan musholla, dekat rumah sakit, dekat kantor pos, pasar juga nggak begitu jauh, warung makan di mana-mana, minimarket dengan mesin ATM bahkan ada dua di deket kos, ada pembantu yang membersihkan kos (menyapu, mengepel, membersihkan tempat sampah, membantu menguras kamar mandi kalau anak kos nggak ada yang sempat). Belum lagi bapak dan ibu kosnya yang baik hati. Makin berat ninggalin kos. Satu-satunya cacat hanya kos gue nggak berdapur. Ada dapur sih, tapi letaknya di lantai bawah, di rumah bapak-ibu kos. Jelas sungkan dong kalau harus masak-masak di dapur orang.

Sampai detik ini, gue belum mencari kos baru. Daerah tempat kerja gue yang sekarang... agak menyebalkan, in my opinion hahaha. Lokasinya ada di daerah elit, kemungkinan untuk cari kos hanya di daerah kampung dengan gang kecil dan rumahnya dempet. Gue nggak terlalu suka karena bakal ribet untuk dicari oleh orangtua gue yang nggak terbiasa dengan jalanan Surabaya. Belum lagi daerah gue kerja sekarang ini daerah macet. Like, seriously, macet. Untuk menuju lokasi kerja dari arah manapun, pasti gue akan terhadang macet. Bener-bener deh, harus mulai latihan sabar. Hahaha.

Gara-gara galau tentang pindah kos, sekarang gue punya hobi baru. Ngelihatin jendela.

Inget kalau gue pernah ngelihat kembang api dari jendela ini di malam tahun baru.
Inget waktu ngelihat mak Nem nyiramin bunga.
Inget ketika mbak kos yang dulu sering nyetel musik keras banget.
Inget beberapa temen gue yang main ke kos sering kagum karena kos gue nyaman.
Inget ketika gue ingin menyerah, kamar kos ini yang bikin gue betah.
Inget gue pernah nangis hanya karena ngelihat pohon mangga di kebun.

How could such a thing remind you of those memories?

Apa yang gue cari di Surabaya? Well. Sepertinya, memang saatnya gue hunting dan menemukan jendela lain.

Comments

Popular Posts